Dahulu sewaktu rekaman di pita analog, ketika seorang Sound Engineer merekam material yang memiliki perubahan dinamika tinggi, maka dia akan menurunkan volume sehingga bagian yang berdinamika kuat tidak mengakibatkan distorsi. Masalahnya, ketika volume diturunkan, maka bagian yang lembut dekat pada noise floor, menjadi tak terdengar jelas karena tertutup oleh suara seperti “shhhhhh”. Dengan menggunakan compressor, maka sound engineer dapat menstabilkan materi sehingga volume keseluruhan dapat diangkat dan mengurangi tape noise.
Contoh lain adalah penggunaan compressor pada vocal. Mari dibayangkan apabila dimixing sebuah lagu yang hanya terdiri dari vocal, sedangkan musiknya berasal dari keyboard atau organ tunggal. Dapat diketahui bahwa musik organ tunggal memiliki dinamika yang konstan, sehingga akan menjadi masalah apabila vocalnya memiliki dinamika yang lebar.
Misalnya penyanyi berbisik pada intro, lalu menyanyi dengan kencang pada bagian reff. Apabila dibalance musik dan vocal berdasarkan saat ref, maka ketika intro vocal tak akan kedengaran karena penyanyi berbisik. Begitu juga apabila dibalance musik dan vocal berdasarkan saat intro, maka saat ref musik akan tertutup karena vocalist menyanyi dengan kencang / berteriak.
Dengan menggunakan compressor, Sound Engineer dapat menstabilkan vocal tersebut sehingga dapat “masuk/menempel” dengan baik pada musik organ tunggal. Untuk rekaman, Compressor juga dapat digunakan “sebelum” sinyal masuk ke tape / hard disk. Untuk aplikasi ini, Compressor berguna untuk menjaga sinyal yang masuk agar tidak sampai terjadi digital clipping. Yang masih termasuk dari kategori compressor antara lain: Limiter : outputnya konstan, tidak perduli besar kecilnya sinyal yang masuk / sinyal tak diperkenankan melewati threshold yang ada. Brick Wall Limiter : limiter yang banyak digunakan pada saat mastering untuk menaikkan volume keseluruhan dari sebuah materi audio. Frequency Selected Compressor
: bekerja pada satu band frequency yang telah ditentukan. Contohnya adalah deesser. Deesser bekerja
Gambar 2-56. Audio Compressor
pada frequency sekitar 5 – 8 kHz yang telah terpasang pada rak Audio dan berguna untuk menekan bunyi desis pada vocal Multi Band Compressor : banyak digunakan untuk mastering. Beberapa compressor dijadikan satu, tiap compressor menangani frekuensi atau bandwith yang berbeda secara independent. Tiap bandwith dapat memiliki pengaturan attack, release , ratio dan threshold yang berbeda. Misalnya jika memiliki MBC yang dibagi 3, maka dapat di set : satu untuk meng-compress frekuensi rendah, satu untuk mid, dan satu untuk high frequency. Apabila digunakan dengan baik dan benar, sebagian besar pendengar awam tak akan menyadari bahwa compressor telah digunakan. Telinga manusia cenderung lebih peka terhadap perubahan pitch dari pada perubahan amplitudo. Umumnya, sound engineer mengerti musik. Tentu dapat mengerti, selain nada dan irama, perubahan dinamika atau keras lembutnya sebuah lagu sangat mempengaruhi keindahan dari lagu tersebut. Apalagi untuk lagu klasik, inilah yang akan dicoba untuk dipertahankan.
Secara garis umum ada 5 buah parameter yang dapat di atur, yaitu: threshold, ratio, attack time, release time, dan output/gain. Dari ke 5 parameter ini, dibagi menjadi dua bagian yaitu, threshold dan ratio. Selanjutnya attack time dan release time. Pertama-tama dibahas soal threshold dan ratio.
o Threshold adalah satu point dimana apabila sebuah sinyal melewati titik ini, maka compressor akan mulai bekerja. Pemakailah yang menentukan threshold ini. Sebagai contoh, apabila threshold diatur pada -20 dB, maka semua sinyal yang melewati -20 dB akan di proses. Sinyal yang tak melewati tak akan di proses.
o Ratio adalah perbandingan atau jumlah dari kompresi yang akan dikenakan kepada sinyal audio yang melewati batas threshold. Misalkan ratio di set pada perbandingan 3:1 dan threshold -20 dBFS. Apabila sinyal berada pada -14, berarti melewati threshold dengan jumlah 6 dB. Lalu akan di kompress dengan perbandingan 3:1. Maka akan didapat hasilnya. Nah ini yang ditambahkan pada threshold yang -20 dB tadi. Hasil akhirnya adalah -18 dB.
o Attack time menentukan berapa lamanya compressor “menunggu sebelum mulai bekerja” setelah ia mendeteksi adanya sinyal yang melewati threshold. Seperti dilihat pada gambar diatas, setiap instrument memiliki “Sound Envelope” yang berbeda. Jika attack time diset “fast”, maka compressor akan melihat dan bereaksi pada hampir setiap sinyal yang melewati threshold. Contoh : saat menggunakan compressor pada track drum. Apabila attack time di set cepat, maka compressor akan bereaksi terhadap setiap pukulan drum. Ketika merubah attack time to “slow”, maka compressor tak akan bereaksi terhadap sinyal berdurasi pendek.
o Release time menentukan berapa lamanya si compressor “menunggu sebelum berhenti bekerja” setelah ia mendeteksi bahwa sinyal audio sudah tak lagi berada di atas threshold. Bisa juga diartikan waktunya sebelum compressor kembali ke normal (sebelum dia bekerja)
o Make up gain, atau output. Ketika sebuah sinyal di compress,
maka otomatis amplitudenya akan berkurang. Output ini berguna untuk menambah “Gain” dari sinyal audio anda yang sudah di kompres.
Beberapa Compressor memiliki pengaturan yang disebut Hard Knee atau Soft Knee. Perbedaannya adalah, pada Hard Knee ketika sinyal masih di bawah threshold, sama sekali tidak dicompress. Begitu melewati threshold, maka compressor langsung bekerja. Pada soft knee, ketika sinyal mulai mendekati threshold maka compressornya mulai bekerja. Beberapa kesalahan yang banyak ditemui pada saat mengatur compressor :
• Thresholdnya di set ke 0
• Ratio di set ke 1 meng-compress instrument perkusi
• Attack terlalu besar saat
Cara cepat untuk mengeset compressor:
• Set Ratio 3:1
• Set Attack Time 12 ms, Release Time 50 ms atau Auto
• Perlahan-lahan turunkan thresholdnya sehingga didapat Gain Reduction antara 4 s/d 8 dB.
Panduan menentukan parameter compressor:
• Jenis instrument dipakai untuk menentukan attack dan release Time
• Teknik bermain atau dynamic range dipakai untuk menentukan ration dan gain reduction.
Panduan perbandingan dB saat mengcompress dan mixing :
• +1 dB artinya bertambah 12%
• +3 dB artinya bertambah 40%
• +6 dB artinya dua kali lipat lebih kencang ( bertambah 100% )
• -1 dB artinya 90% dari original SPL
• -3 dB artinya 70% dari original SPL
• -6 dB artinya setengah dari original SPL.
2.19.2.5. Multigate
Gate bisa dianalogikan sebagai volume control otomatis. Ketika menerima trigger berupa suara, maka volume akan terbuka, dan ketika suara tidak ada, maka volume akan di tutup lagi begitu sinyal itu di bawah titik-batas yang di tentukan.
• Titik batas yang ditentukan disebut treshold
• Seberapa cepat volume dibuka disebut attack
• Seberapa cepat volume itu ditutup kembali disebut Release
• Volume tidak sepenuhnya mati disebut Range
Multigate biasa dipasang di drum sebagi noisegate. Misal
dipasang di bass drum, ketika bass tidak dibunyikan, maka tidak ada
suara yang dilewatkan, tetapi ketika dibunyikan maka volume akan
otomatis terbuka.
Gambar 2-57. Audio multigate (www.behringer.com)
Fungsi lain adalah sebagai trigger. Misal dipasang pada snare drum, ketika snare dipukul maka akan mentrigger efek (synthesizer) dan bersamaan akan mengeluarkan bunyi efek yang diinginkan. Synthesizer adalah sebuah perangkat yang berfungsi untuk mensintesa suara sederhana ke dalam bentuk yang lebih kompleks. Ada dua jenis Synthesizer yang pertama Frequency Modulation (FM) Synthesizer lalu yang kedua adalah Wave Tabel (WT) Synthesizer. FM Synthesizer menggunakan modulasi frekuensi untuk menyintesiskan suara. Wave Tabel Synthesizer adalah perangkat yang lebih mahal dibandingkan FM Synthesizer. Sebab WT Synthesizer memiliki lebih banyak memiliki sampel dari berbagai macam suara instrumen asli yang disimpan dalam ROM-nya. Jumlah ROM dan kompresi yang dimilikinyalah yang membuat WT
Gambar 2-58. Ultracurve Synthesizer lebih mahal.(www.behringer.com)
Namun, suara yang dihasilkan dengan Synthesizer ini lebih kaya dibandingkan FM Synthesizer).